Upaya meneruskan Food Estate berkelanjutan di Kalimantan Tengah
Jakarta (ANTARA) - Upaya meneruskan program Food Estate yang berkelanjutan dengan mendatangkan para ahli pertanian di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, ternyata sempat menghebohkan pemberitaan media massa. Berita tersebut kemudian viral di media-media sosial.
Kehadiran polibag di lokasi Food Estate dituding sebagai upaya pembohongan publik. Maka saatnya berupaya memberikan pemahaman bagi masyarakat umum yang tentu belum mengerti sepenuhnya bagaimana tahapan-tahapan para ahli pertanian bekerja di lahan yang baru.
Budi daya tanaman di lokasi yang baru membutuhkan informasi kondisi biotik dan abiotik lingkungan, termasuk karakteristik lahan dari sisi kimia, fisik, dan biologi; ketersediaan sumber air; serta iklim mikro, seperti suhu dan kelembaban.
Kemudian juga terkait jenis tanaman dan varietas tanaman yang spesifik, serta daya dukung ruang tumbuh yang spesifik, sesuai dengan kondisi agroekologi setempat.
Biasanya para ahli memperoleh informasi tersebut berdasarkan pengetahuan tersembunyi (tacit knowledge) yang terkumpul dari pengalaman praktik bertahun-tahun, termasuk dari studi literatur dan label yang tertulis pada varietas tanaman, didukung informasi eksisting.
Hanya saja, ketika dihadapkan pada lahan baru yang luas, para ahli umumnya berupaya memverifikasi pengalamannya dengan mencoba menanam varietas tanaman tersebut dalam jumlah terbatas.
Lazimnya tanaman ditanam di petak-petak kecil atau polibag-polibag. Dari pengamatan tanaman yang tumbuh di ruang kecil itu kemudian para ahli mendapat informasi kemampuan media tanam mendukung pertumbuhan dengan menggunakan varietas tanaman yang sesuai dengan lokasi setempat.
Sekali lagi upaya ini dilakukan mengingat tanah di lokasi tersebut didominasi pasir, miskin hara, sulit memegang air, dan rentan erosi.
Upaya-upaya menguji daya dukung untuk pertumbuhan tanaman, seperti media tanam, pupuk, atau pembenah tanah, umumnya menggunakan tanaman dengan menyelesaikan satu siklus hidupnya (masa berkecambah, masa vegetatif, hingga masa generatif) dalam periode waktu pendek (110-125 hari setelah tanam dibanding dengan singkong dengan umur panen 9-11 bulan).
Hal itu yang membuat pengujian banyak menggunakan tanaman jagung. Selain itu jagung merupakan tanaman yang dapat menunjukkan indikator gejala kekurangan hara dengan jelas.
Jagung, bila kekurangan N, mulai daun tua ke atas menguning, kekurangan P batang dan daun berwarna ungu, jika kekurangan K, pinggir daun mulai dari ujung seperti mengering, sementara jika kekurangan Mg, daun bergaris dan menguning selang-seling warna hijau dan seterusnya.
Ahli berpengalaman dapat menilai daya dukung ruang tumbuh dengan cepat hanya dengan mengamati penampilan pertumbuhan jagung pada masa vegetatif saja.
Pada pengamatan lebih lanjut, ahli juga dapat mengambil kesimpulan yang lebih utuh ketika melihat hasil tanaman setelah melewati fase generatif.
Berbeda misalnya jika ingin mengetahui kehadiran mikroorganisme pada tanah sebagai penyebab jenis penyakit.
Pada kasus terakhir biasanya para ahli menggunakan tanaman tembakau untuk mengetahui jenis penyakit dan serangan penyakit.
Daun tembakau yang lebar menjadi ruang yang baik untuk penyakit hidup. Daun tembakau juga sangat responsif terhadap kehadiran penyakit ketika disuntikkan benda yang mengandung mikroorganisme penyebab penyakit.
Prinsip-prinsip tersebut yang perlu dipahami masyarakat umum, sehingga kehadiran polibag-polibag di lokasi Food Estate di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, tidak menjadi bahan perdebatan.
Tanah spodosols
Lokasi tersebut memang sebelumnya ditanami singkong, tetapi kemudian hasilnya tidak memuaskan. Berikutnya para ahli mencoba menghijaukan lahan berupa tanah spodosols dengan tanaman yang dapat menjadi indikator level kesuburan tanah, berumur relatif pendek, tetapi sekaligus dapat menjadi sumber pangan, sehingga dipilihlah jagung.
Spodosols yang telah terbuka umumnya tergolong tanah marjinal. Budi daya pada tanah marjinal di Gunung Mas juga memerlukan input teknologi budi daya yang memperhatikan karakteristik tanah.
Pada kasus ini digunakan dua metode yang diujikan. Sistem pertama, menggunakan polibag sebanyak 1.380 yang bertujuan mengukur daya dukung media tanam dalam polibag bagi pertumbuhan tanaman serta memastikan varietas yang ditanam memang sesuai dengan kondisi iklim.
Luasannya hanya sekitar 2,5 persen dari luas tanam keseluruhan yang ditanami jagung. Pada metode pertama media tanam yang terbaik disediakan untuk pertumbuhan jagung.
Sistem kedua, bertanam langsung di tanah pasir dengan input pengayaan media tanam terlebih dahulu.
Karakteristik tanah Spodosols di lokasi Food Estate termasuk tanah berpasir dengan kadar hara sangat rendah. Tanah juga memiliki kemampuan memegang air yang rendah, mudah tererosi dan daya dukung untuk pertanaman lainnya rendah.
Secara garis besar, terdapat enam tahapan agar lahan dapat digunakan untuk budi daya tanaman pangan langsung di tanah Spodosols.
Pertama, perbaikan dan pengayaan media tanam dengan tanah mineral. Komposisinya adalah 1 bagian tanah mineral dengan 20 bagian tanah pasir ditambah pupuk kandang, bahan organik, dan dolomit.
Kedua, media tanam diletakkan dalam larikan alur tanam jagung. Ketiga, pengaturan irigasi untuk memenuhi kebutuhan air selama periode tumbuh tanaman.
Keempat, memastikan varietas jagung Lamuru yang diklaim tahan cekaman abiotik, seperti pH, kekeringan, dan beragam cekaman dengan produktivitas tetap tinggi.
Kelima, pemupukan menggunakan pupuk NPK, dan pupuk mikro dengan konsep pemupukan berimbang.
Keenam, pengendalian organisme pengganggu tanaman terpadu.
Kelak, bila jagung telah panen dapat diperoleh bukti karakteristik tanah semakin membaik, sehingga untuk musim tanam berikutnya dapat ditanam varietas jagung Lamuru serta memungkinkan dikembangkan untuk komoditas lainnya.
Tentu dengan tetap mempertahankan kesuburan tanahnya dan meneruskan pertanaman seperti pemupukan anorganik dan organik yang disesuaikan dengan kebutuhan tanaman sesuai konsep pemupukan berimbang.
Selanjutnya bila diperlukan, tanah top soil dapat diambil dari tumpukan tanah hasil pembukaan lahan yang berada di lokasi tersebut di kiri dan kanan area tanam.
Berdasarkan pengujian tersebut, metode pertanaman langsung ke tanah pasir dapat menjadi metode yang paling baik dan dapat diterapkan karena terbukti pertumbuhan tanaman bagus dan membuat ekosistem lingkungan pertanaman menjadi "lebih hidup".
Sementara pertanaman menggunakan polibag bukan pilihan utama, meskipun penampilannya juga baik, karena memerlukan input dan tenaga yang besar, serta saat tanaman tumbuh membesar tanaman menunjukkan gejala kekurangan air lebih cepat dari pada tanaman yang ditanam di tanah pasir, serta adopsinya tidak sustainable.
Ke depan, upaya meningkatkan potensi lahan untuk budi daya akan dilengkapi dengan introduksi penutup tanah atau cover crop dari keluarga legum.
Tanaman penutup tanah dapat menjadi sumber bahan organik tanah, penyumbang N dari udara dan juga upaya diversifikasi jenis tanaman di lahan Gunung Mas.
Dengan metode tersebut program Food Estate akan terus berkelanjutan. Sistem ini juga dapat di implementasikan ke lokasi lain dengan karakteristik yang sama.
*) Dr. Ir. Ladiyani Retno Widowati, MSc adalah Kepala BSIP Tanah dan Pupuk, Kementan; Dr. Asmarhansyah, MSc. adalah Kepala BSIP Agroklimat dan Hidrologi, Kementan; dan Dr. Akhmad Hamdan adalah Kepala BSIP Kalimantan Tengah, Kementan.
Sumber artikel:
https://www.antaranews.com/berita/3895038/upaya-meneruskan-food-estate-berkelanjutan-di-kalimantan-tengah